Friday, July 11, 2014

Contoh Naskah Drama Anak "Semut yang Baik Hati"

SEMUT YANG BAIK HATI
Pemain             :
Guru sebagai narator, 1 anak sebagai Nenek, 2 anak sebagai Umi dan Siti (cucu Nenek), 1 anak sebagai Pak Bedu (pemilik warung), 1 anak sebagai Serigala, 1 anak sebagai semut (Piko), 6 anak sebagai semut (teman-teman Piko).
Seting Tempat :
Rumah Nenek, Warung Pak Bedu, dan Hutan
 


Narator               : “Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hutan, hiduplah seorang  nenek dan 2 cucunya yang bernama Umi dan Siti. Setiap hari, Nenek, Umi, dan Siti mencari kayu bakar ke dalam hutan. Tetapi pada suatu hari, Nenek pergi ke dalam hutan sendirian karena Umi sedang sakit dan Siti harus menemani Umi.”
(Tirai panggung dibuka. Umi dan Siti memasuki panggung dengan seting rumah yang redup diiringi suara jangkrik.)
Umi                    : “Sudah hampir malam, Nenek kok belum pulang juga.”
Siti                      : “Apa Nenek mendapat banyak kayu di hutan sampai seharian belum pulang?” (Umi dan Siti mondar-mandir dengan wajah cemas)
Narator               : “Umi dan Siti kemudian memutuskan untuk terus menunggu Nenek di depan rumah hingga mereka pun tertidur sampai keesokan harinya.”
(Umi dan Siti tertidur. Suasana panggung kemudian diubah dari redup menjadi terang, diiringi suara kicauan burung.)
Umi                    : “Sudah pagi. Aku sampai ketiduran.”
Siti                      : “Apa Nenek sudah kembali?”
(Umi keluar panggung seolah mencari Nenek di dalam rumah. Kemudian masuk kembali dengan wajah yang semakin cemas.)
Umi                    : “Nenek belum pulang. Apa Nenek baik-baik saja? Kemana kita harus mencari Nenek?
Siti                      : “Ya Tuhan, lindungi nenekku!”
(Heening sejenak.)
Narator               : “Umi kemudian ingat dengan Pak Bedu, pemilik warung yang biasanya membeli kayu bakar dari Nenek, Umi, dan Siti. Pak Bedu sangat mengenal Nenek dan cucunya sehingga Umi ingin bertanya pada Pak Bedu.” (tirai panggung ditutup)
(Tirai panggung dibuka kembali. Seting berubah menjadi warung dan Pak Bedu sudah berada di panggung. Umi dan Siti memasuki panggung diiringi suara ayam berkokok.)
Pak Bedu           : (berbicara sendiri sambil mengipas-ngipas dagangannya) “Semoga dagangan hari ini laris! Sayur, Bu! Sayur…tahu…tempe…ikan asin semua ada.”
Umi dan Siti       : “Selamat pagi, Pak Bedu!”
Pak Bedu           : “Selamat pagi! Eh, Nak Umi, Nak Siti, mau beli apa?”
Umi                    : “Maaf, Pak! Kami sedang tidak ingin membeli.” (menunjukkan wajah sedih)
Pak Bedu           : “Ada apa, Nak? Kok kalian kelihatan sedih?”
Siti                      : “Nenek kami, Pak!”
Pak Bedu           : “Lho, ada apa dengan Nenek kalian?”
Umi                    : “Nenek kemarin pagi mencari kayu bakar sendirian dan sampai sekarang belum pulang. Apa Nenek kesini menjual kayu bakar sama Bapak?” (menunjukkan wajah khawatir)
Pak Bedu           : “Waduh, Nak! Apa benar? Nenek kalian tidak kesini sejak 3 hari yang lalu.”
Siti                      : “Kira-kira Nenek kemana ya, Pak?”
(Suasana hening sejenak. Pak Bedu merasa kasihan dengan Umi dan Siti.)
Narator               : “Dengan perasaan sedih Umi dan Siti memutuskan untuk mencari Nenek di hutan. Mereka pun berpamitan dengan Pak Bedu.”
Umi                    : “Pak, Umi dan Siti mau mencari Nenek di hutan. Mungkin Nenek tersesat ketika mencari kayu bakar.”
Pak Bedu           : “Iya, Nak. Kalian harus hati-hati di hutan. Jika hari sudah mulai malam, kalian harus segera pulang agar tidak bertemu Serigala yang jahat.”
Siti                      : “Aku belum pernah bertemu dengan Serigala, Pak.”
Pak Bedu           : “Tentu saja, Serigala selalu muncul pada malam hari.”
Umi                      : “Baik, Pak. Umi dan Siti pamit dulu. Mari, Pak!”
Pak Bedu           : “Iya Nak, hati-hati! Semoga nenek kalian baik-baik saja.” (tirai panggung ditutup)
(Tirai panggung dibuka. Seting berubah menjadi hutan dengan suasana cerah diiringi suara kicauan burung.)
Narator               : “Umi dan Siti akhirnya sampai di hutan untuk mencari Nenek. Mereka berjalan masuk ke dalam hutan sambil memanggil-manggil Nenek. Tak terasa, hari sudah siang dan matahari sangat terik”
(Umi dan Siti memasuki panggung.)
Umi dan Siti       : “Nenek… Nenek… nenek dimana?”
Umi                    : “Nenek kemana ya, Siti?”
Siti                      : “Aku tidak tahu, Kak Umi. Daritadi kita mencari tapi belum ketemu-ketemu juga.” (sambil mengusap keringat di kepala)
Umi                    : “Sabar ya, Siti. Kita istirahat di bawah pohon ini dulu. Nanti kita cari Nenek lagi.”
Siti                      : “Padahal kita kan biasanya mencari kayu di sini, Kak Umi.”
Umi                    : “Kamu benar, Siti.”
(Suasana hening sejenak. Kemudian, Piko memasuki panggung dengan wajah yang kelelahan.)
Narator               : “Ketika Umi dan Siti sedang beristirahat di bawah pohon, datanglah seekor semut hitam. Semut tersebut terlihat sedang membawa benda yang sangat berat. Umi dan Siti yang melihat semut tersebut merasa kasihan dan berniat menolongnya.”
Umi                    : “Hai, Semut! Aku Umi dan ini adikku, Siti.”
Piko                    : “Hai, aku Piko si semut hitam. Apa yang kalian lakukan di sini?”
Siti                      : “Kami sedang mencari nenek kami. Nenek belum pulang dari kemarin saat mencari kayu bakar.”
Piko                    : “Wah, kalian sangat berani mencari nenek kalian sampai ke sini.”
Umi                    : “Piko, apa yang kamu bawa itu?” (sambil menunjuk benda yang dibawa semut)
Piko                    : “Aku sedang membawa persediaan makanan untuk disimpan di sarangku.”
Umi                    : “Mengapa banyak sekali? Sepertinya kamu sulit membawanya.”
Siti                      : “Boleh kami bantu, Piko?”
Piko                    : “Ini untuk teman-temanku juga. Terima kasih Umi, terima kasih Siti, kalian boleh membantu. Sarangku tidak jauh dari sini.” (Umi dan Siti membawakan makanan Piko kemudian berjalan keluar panggung)
(Tirai ditutup.)
Narator                : “Setelah Umi dan Siti selesai membantu Piko, mereka memutuskan untuk mencari Nenek kembali. Umi dan Siti terus berjalan menelusuri hutan hingga tanpa disadari, hari sudah menjelang malam.”
(Tirai dibuka, seting tetap di hutan dengan suasana redup diiringi suara sayup jangkrik yang menandakan hari sudah mulai malam.)
Siti                      : “Kak, hari sudah mau malam. Bagaimana ini?”
Umi                    : “Kita cari tempat istirahat dulu. Besok kita cari Nenek lagi.”
Siti                      : “Kata Pak Bedu, kalau malam ada Serigala kan, Kak? Apa kita bisa pulang?”
Umi                    : “Kita tidak bisa pulang malam ini, Siti. Desa kita masih jauh dari sini. Siti pasti lelah dan kakak juga. Kita istirahat saja di situ. Semoga Serigala tidak melihat kita.” (menunjuk sebuah pohon yang besar)
Siti                      : “Iya, Kak.”
(Umi dan Siti menuju sebuah pohon dan tidur di bawahnya. Selang beberapa saat, Piko memasuki panggung.)
Narator               : “Umi dan Siti beristirahat dan akhirnya tertidur di bawah pohon besar. Beberapa saat kemudian, Piko tidak sengaja lewat di dekat pohon tersebut dan melihat mereka tertidur lelap.”
Piko                    : (berbicara sendiri) “Itu kan Umi dan Siti. Mengapa mereka istirahat di sana? Bagaimana kalau Serigala melihatnya? Aku harus menolong mereka.”
(Piko mendekati Umi dan Siti.)
Piko                    : “Bangun Umi, bangun Siti, mengapa kalian tidur di sini?”
Umi                    : (Umi dan Siti bangun dari tidur) “Eh Piko, Ada apa?”
Piko                    : “Apa kalian menemukan Nenek? Mengapa kalian tidur di sini?”
Siti                      : “Tidak, Piko. Kami belum bertemu Nenek. Kami ingin tidur di sini malam ini. Besok kami mencari lagi.”
Piko                    : “Serigala bisa melihat kalian di sini. Kalian bisa dimakan olehnya. Kalau kalian mau, kalian bisa tidur di dekat sarangku. Di sana lebih aman.”
Umi                    : “Benarkah, Piko?”
Piko                    : “Iya, sarangku ada di atas pohon besar. Serigala tidak bisa menangkap kalian jika ada di atas pohon.”
Siti                      : “Ayo Kak, kita ikut Piko saja! Aku takut di sini.”
Umi                    : “Baiklah, kami mau. Terima kasih ya, Piko!”
Piko                    : “Sama-sama. Kalian juga sudah menolongku tadi siang. Teman-temanku akan membantumu mencari Nenek besok. Ayo, ikuti aku!”
(Umi, Siti, dan Piko keluar panggung. Selang beberapa saat, Serigala masuk.)
Narator               : “Setelah Umi dan Siti pergi ke sarang Piko, Serigala pun muncul. Serigala yang sedang lapar ingin segera mendapatkan makanan.”
Serigala              : “Saatnya jalan-jalan….!!!”
                              (sambil mengendus) “Hmm….sepertinya aku mencium bau manusia.”
                              (sambil memegang perut) “Perutku jadi lapar sekali. Mereka pasti tidak jauh dari sini. Aku harus mencari mereka. Mereka pasti akan jadi santapan lezat.”
(Serigala meninggalkan panggung dan tirai pun ditutup. Seting diganti dengan pohon-pohon. Pohon tersebut dibuat seolah-olah bisa dijadikan tempat tidur untuk Umi, Siti, dan Piko.)
Narator               : “Serigala yang pandai mencium mangsanya, akhirnya dapat menemukan Umi, Siti, dan Piko yang tertidur di atas pohon.”
(Tirai dibuka. Umi, Siti, dan Piko sudah berada di panggung. Beberapa saat kemudian, Serigala masuk.)
Serigala              : (berbicara sendiri dengan suara pelan) “Itu mereka makan malamku. Tapi, mereka di atas pohon. Bagaimana aku menangkap mereka ya?”
(Serigala mondar-mandir di dekat sarang Piko sambil berfikir.)
Serigala              : “Aha…aku akan menunggu mereka di bawah sini sampai mereka turun. Ketika mereka turun, aku akan langsung menangkapnya. Ha…ha…ha…” (tertawa jahat)
(Serigala duduk menunggu dan pelan-pelan tertidur.)
Narator               : “Serigala akhirnya menunggu Umi dan Siti turun dari atas pohon. Karena terlalu lama, Serigala pun tertidur sampai pagi. Piko yang bangun lebih awal kaget melihat Serigala sudah berada di dekat sarangnya.”
(Suasana berubah dari redup menjadi cerah diiringi suara kicauan burung.)
Piko                    : (berbicara sendiri dengan suara pelan) “Wah, ada Serigala! Dia pasti menunggu Umi dan Siti untuk turun. Aku harus segera mengusirnya dari sarangku.” (mengambil terompet)
Narator               : “Piko kemudian mengambil terompet untuk memanggil teman-temannya. Piko percaya, jika mereka bersama-sama pasti bisa mengusir Serigala sehingga ia tidak bisa berbuat jahat.”
(Piko meniup terompet dan 6 semut hitam teman Piko masuk panggung dengan berjalan pelan-pelan.)
Teman Piko        : “Ada apa, Piko?”
Piko                    : “Ssst, lihat di sana! Ada Serigala jahat yang ingin memangsa teman kita, Umi dan Siti. Kita harus mengusirnya dari sini.”
Teman Piko        : “Ayo…ayo…ayo…!!! Tapi, bagaimana caranya?”
Piko                    : “Aku punya ide, teman-teman! Ayo kita gigiti kulit Serigala itu biar kesakitan dan pergi.”
Teman Piko        : “Setuju…setuju…setuju…!!!”
(Piko dan teman-temannya turun dan mencubiti Serigala)
Piko                    : “Aduh, aduh, sakit! Hei, kalian semut-semut pergilah! Aduh-aduh!” (merasa kesakitan dan keluar panggung)
Narator               : “Serigala yang kesakitan karena digigiti semut-semut hitam akhirnya pergi meninggalkan Umi dan Siti. Karena suasana yang berisik, Umi dan Siti pun terbangun dari tidurnya.”
Umi                    : (dengan wajah yang masih mengantuk) “Apa yang terjadi, Piko?”
Siti                      : (dengan wajah yang masih mengantuk) “Tadi ada yang teriak ya?”
Piko                    : “Benar, Siti. Tadi aku dan teman-temanku baru saja mengusir Serigala dari sini. Ia mau menangkap kalian. Kami menggigitnya hingga kesakitan.”
Siti                      : “Wah, kalian hebat!” (dengan ekspresi senang)
Umi                    : “Terima kasih, Piko! Kamu teman yang baik. Terima kasih juga untuk kalian ya teman-teman!”
Siti                      : “Terima kasih, Piko! Terima kasih, teman-teman Piko!”
Teman Piko        : “Sama-sama!” (tersenyum)
Piko                    : “Sama-sama, Umi! Sama-sama, Siti! Kalian setelah ini mau pergi kemana?”
Umi dan Siti       : (terlihat murung) “Kami tidak tahu.”
(Suasana hening sejenak. Nenek dari belakang panggung memanggil-manggil nama Umi dan Siti hingga akhirnya masuk panggung.)
Nenek                 : “Umi, Siti, kalian ada di sini, Nak? Akhirnya, Nenek menemukan kalian.”
Umi dan Siti       : “Nenek! Nenek kemana saja?” (menyambut dan memeluk Nenek)
Nenek                 : “Maafin Nenek, Nenek kemarin tersesat di hutan sehingga tidak bisa pulang. Nenek ditolong oleh semut hitam dan katanya cucu Nenek juga mencari Nenek di sini.”
Umi                    : “Iya, Nek. Kemarin kami mencari Nenek seharian.”
Nenek                 : “Terima kasih ya, semut-semut hitam! Kalian sangat baik hati mau menolong kami. Kami pamit pulang dulu ya.”
Semua semut      : “Sama-sama, Nek! Hati-hati di jalan.”
Nenek                 : “Ayo, Umi, Siti, kita pulang.”
Narator               : “Akhirnya Umi dan Siti dapat bertemu dengan neneknya berkat bantuan dari semut-semut hitam.”

(Nenek, Umi, dan Siti berjalan keluar panggung. Tirai ditutup. Semua pemain berbaris dan memberi salam ketika tirai dibuka kembali.)

Thursday, July 3, 2014

Hubungan Sikap Orang Tua dengan Perkembangan Sosial Anak

Keluarga merupakan sistem sosial terkecil yang telah memiliki tujuan, struktur, nilai dan norma, pola kepemimpinan, serta pola interaksi yang khas di dalamnya. Sistem tersebut merupakan komponen utama yang mempengaruhi kehidupan masing-masing anggota keluarga. Di dalam sistem keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, sikap dan kebiasaan orang tua ikut mempengaruhi perkembangan sosial anak. Hal ini berkaitan dengan fungsi keluarga sebagai tempat sosialisasi pertama sekaligus peletak dasar nilai dan perilaku yang dimiliki seorang anak. Apalagi orang tua merupakan pemimpin bagi anak dalam sebuah keluarga. Pola kepemimpinan dari orang tua akan berdampak pada pola interaksi antaranggota keluarga. Akibatnya, anak diarahkan bertingkah laku sesuai dengan aturan dan cara-cara tertentu yang akan mempengaruhi kepribadian serta sikapnya.
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, ditemukan berbagai sikap dan kebiasaan orang tua yang dapat dikelompokkan berdasarkan pola kepemimpinan dan pola interaksi yang terjalin di dalamnya. Kenyataannya, sikap dan kebiasaan orang tua memberikan pengaruh yang cukup berarti pada kepribadian sosial yang dimiliki anak. Fakta ini pun telah dibuktikan oleh beberapa ilmuwan di bidang sosiologi, seperti Lewin Lippit and White, Mueller, Watson, Frenkel-Brunswik, dan Baldwin. Bentuk pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.       Sikap otoriter
Orang tua yang bersikap otoriter melakukan pengawasan yang ketat terhadap anak, memberikan banyak perintah dan larangan terhadap anak tanpa memberikan kesempatan berinisiatif. Akibatnya anak dapat bersikap sering melawan atau bisa juga sebaliknya, anak cenderung pasif dan kurang inisiatif karena terbiasa diatur. Anak menjadi kurang pandai mengatur kegiatan serta mudah cemas dn putus asa dalam melakukan suatu usaha.
Contoh: seorang anak dilarang secara sepihak oleh orang tua untuk bermain atau keluar pada malam hari. Suatu ketika, karena keinginan yang kuat, anak pergi diam-diam tanpa izin orang tua atau berbohong dengan berbagai alasan untuk bisa keluar malam bersama teman-temannya.
b.      Sikap demokratis
Orang tua yang bersikap demokratis selalu mengutamakan musyawarah dalam membahas berbagai persoalan. Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif memberikan pendapat dan masukan terhadap keputusan yang diambil. Dengan sikap ini, anak lebih merasa dihargai dan memiliki sikap toleransi yang tinggi. Anak menjadi lebih mudah mengungkapkan gagasan tanpa merasa takut.
Contoh: orang tua melakukan musyawarah dengan anaknya tentang peraturan jam malam. Dari musyawarah tersebut diputuskan anak boleh keluar malam dengan alasan yang jelas. Selain itu, batas jam malam hanya sampai pukul sepuluh. Anak merasa diberi kepercayaan dan tanggung jawab dalam hal ini, sehingga sebisa mungkin ia akan mematuhinya.
c.       Sikap terlalu melindungi atau memanjakan
Orang tua dengan sikap ini selalu berhati-hati dan cemas dengan keadaan anaknya. Orang tua selalu memastikan bahwa anak dalam kondisi aman jauh dari bahaya. Kondisi ini menyebabkan orang tua membantu anak secara berlebihan dalam segala hal. Akibatnya, anak kurang mendapat kesempatan untuk belajar mandiri dan mengambil keputusan sendiri. Anak akan cenderung memiliki sikap takut dan ragu dalam mengambil keputusan. Anak pun kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang kurang menguntungkan.
Contoh: anak yang biasanya dijemput sepulang sekolah, suatu ketika orang tua terlambat menjemput. Anak diminta naik bus, tetapi ia takut dan memilih menunggu saja. Setiap 5 menit, anak tersebut menelepon orang tuanya untuk segera datang. Orang tua yang merasa cemas juga tidak berhenti meyakinkan anak untuk bersikap tenang.
d.      Sikap terlalu mengabaikan anak
Orang tua dengan sikap ini sering mengabaikan dan kurang memperhatikan kebutuhan anak. Orang tua bersikap acuh terhadap tingkah laku anak. Sehingga, anak tidak mendapatkan pengawasan yang cukup di lingkungan keluarga. Hal ini mempermudah masuknya pengaruh negatif dari lingkungan luar. Anak cenderung bersikap agresif karena merasa tidak diinginkan oleh orang tua. Akibatnya, anak akan mencari pelarian dalam kelompok yang akan menerimanya meskipun itu bersifat menyimpang.
Contoh: orang tua tidak terlalu khawatir anak sering pulang lebih dari jam 12 malam. Orang tua tidak memperhatikan dengan siapa saja anaknya berteman. Sehingga, ketika suatu ketika anak terjerat kasus narkoba, orang tua hanya bisa menyalahkan tingkah laku anak dan semakin memojokkannya.

Pendidikan Nilai di Lingkungan Keluarga

Terdapat beberapa nilai penting yang perlu diajarkan dan ditanamkan dalam lingkungan keluarga khususnya pada anak. Nilai-nilai tersebut antara lain:
a.       Nilai agama
            Dalam ajaran agama, terdapat nilai-nilai yang jelas bersumber dari Tuhan tentang hal yang baik dan benar sebagai pedoman hidup. Keluarga dapat menanamkan nilai ini sedini mungkin melalui pembiasaan dan contoh sederhana yang dapat diikuti secara langsung. Misalnya, anak sejak kecil diajak untuk shalat berjamaah sekeluarga.
b.      Nilai cinta dan kasih sayang
            Seorang anak yang mendapat cinta dan kasih sayang dari keluarga akan memperlakukan orang lain dengan penuh cinta kasih pula. Cara yang dapat dilakukan misalnya dengan sering mengungkapkan rasa sayang antaranggota keluarga, saling memberi perhatian, dan secara rutin mengambil waktu untuk berkumpul bersama.
c.       Nilai kejujuran
            Kejujuran tidak dapat diperoleh secara instan sehingga harus diajarkan sejak anak mulai bersosialisasi dengan orang lain. Cara yang paling tepat adalah dengan memberikan contoh secara langsung melalui perilaku orang tua. Misalnya, meminta anak mengembalikan kelebihan uang kembalian pada pemilik warung.
d.      Nilai kesopanan
            Keluarga memiliki kewajiban mengajarkan tindakan yang pantas dan kurang pantas dilakukan ketika berinteraksi dengan orang lain. Nilai kesopanan ini dipengaruhi oleh budaya dan tradisi yang dijunjung suatu masyarakat. Nilai ini dapat diajarkan dengan berbagai cara, antara lain memberikan contoh secara langsung misalnya cara bertamu yang baik, nasehat misalnya mengajarkan cara makan yang sopan, teguran misalnya ketika anak bersendawa di depan orang banyak, dan hukuman yang positif misalnya anak diminta memikirkan akibat perbuatannya ketika berkata kotor pada orang lain.
e.       Nilai kepercayaan diri
            Kepercayaan diri membuat seseorang menjadi lebih diterima oleh orang lain sehingga menjadi faktor pendukung tercapainya suatu usaha. Penanaman kepercayaan diri dapat dilakukan dengan cara memberikan kebebasan terkontrol pada anak untuk melakukan berbagai aktivitas, tidak menyalahkan anak di depan orang lain, memberi dukungan positif ketika anak gagal, memberi pujian ketika anak berhasil, serta sering melibatkan anak pada situasi yang berhubungan dengan orang banyak.
f.       Nilai tanggung jawab
            Tanggung jawab perlu diajarkan sejak dini pada anak agar ia terbiasa menjalankan tanggung jawab dalam kehidupannya. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan tugas sederhana pada anak misalnya untuk merapikan tempat tidur sendiri, sering mengajak berdiskusi tentang pentingnya tanggung jawab, serta memberikan contoh langsung dari orang tua misalnya meminta maaf ketika berbuat salah.
g.      Nilai kegigihan
            Kegigihan diperlukan seseorang untuk tidak mudah menyerah dalam mencapai keinginan dan cita-cita yang diharapkan. Kegigihan dapat diajarkan dengan mengenalkan anak pada cita-cita, memberikan cerita-cerita dari tokoh yang sukses karena kegigihannya, selalu memberikan dorongan ketika anak menghadapi masalah, memberikan nasehat tentang perlunya kegigihan dalam mencapai kesuksesan, dan memberikan kesempatan pada anak untuk selalu mencoba hal baru dengan tetap melakukan pengawasan.
h.      Nilai kepekaan positif

            Kepekaan yang positif akan membentuk nilai sosial yang baik. Kepekaan diperlukan untuk menjadi manusia yang peduli dengan orang lain di luar dirinya. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengasah kepekaan tersebut sejak kecil oleh anggota keluarga. Misalnya, anak diajak berdiskusi tentang tragedi kemanusiaan yang pernah dilihat, anak dilibatkan dalam kegiatan sosial seperti membantu korban bencana alam, serta mencontohkan tindakan terpuji seperti membantu orang tua menyeberang jalan.

Mengembangkan Moral Anak Didik

Untuk mengembangkan kecerdasan moral pada anak didik, guru dapat menerapkan kiat-kiat sebagai berikut.
a.       Memberikan contoh nyata penerapan moral dari sikap dan perilaku guru
Anak lebih banyak belajar dari tingkah laku yang dapat diamati. Sehingga, penanaman moral  yang paling kuat adalah melalui contoh langsung dari guru. Misalnya: guru harus selalu bersikap ramah, penuh kasih, pengertian, dan menekankan kejujuran pada diri setiap anak didik agar anak juga dapat berperilaku demikian pada orang lain.
b.      Meluangkan waktu untuk menanamkan pendidikan moral dalam setiap pembelajaran
Tugas guru tidak hanya mengajar, akan tetapi juga membimbing dan mengarahkan anak didik agar memiliki perilaku yang sesuai norma. Guru dapat menyisipkan pendikan moral berupa nasihat melalui cerita sehari-hari, dongeng, maupun peristiwa lainnya. Contohnya: adanya peristiwa banjir dapat dijadikan pelajaran untuk lebih memperhatikan lingkungan dan orang-orang yang sedang kesulitan.
c.       Memantau perkembangangan sikap dan perilaku anak di lingkungan sekolah
Dalam pengembangan moral di sekolah, anak didik berada dalam tahap penyesuaian diri antara pengaruh kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sehingga, guru perlu memantau dan menindaklanjuti arah sikap dan perilaku anak agar tidak menyimpang dari norma yang diharapkan. Misalnya, ketika seorang anak di sekolah tiba-tiba suka ribut dan berbicara kasar, guru perlu mencari tahu sebab dari tindakan tersebut untuk segera dilakukan tindakan perbaikan melalui pendekatan individu.
d.      Tidak memojokkan dan mempermalukan anak ketika melakukan tindakan negatif
           Anak yang merasa terpojok akan merasa semakin minder dan agresif karena tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Apalagi jika anak merasa dipermalukan maka akan timbul kekecewaan yang semakin memperburuk perilaku anak. Contoh: anak yang ketahuan membolos tidak seharusnya dimarahi di depan kelas sehingga ia ditertawakan teman-temannya. Guru hendaknya mengajak anak berbicara tanpa melibatkan orang lain dahulu untuk mengtahui sebab ia membolos.
e.       Memberikan pujian dan penghargaan atas sikap dan tindakan positif 
           Pujian dan penghargaan yang wajar dari guru akan memperkuat tindakan positif yang dilakukan. Anak akan merasa dihargai sehingga ia juga belajar menghargai orang lain. Contohnya: seorang anak yang mau mengakui kesalahan karena telah menghilangkan penggaris temannya perlu diberi pujian dari guru. Guru dapat menjadi pihak ketika yang mampu mengembangkan rasa saling memaafkan antarteman.
f.       Menjalin rasa saling percaya antara guru dan anak didik

           Anak perlu diberitahu bahwa guru mempercayai mereka untuk bertingkah laku yang baik. Dengan begitu, anak merasa memiliki tanggung jawab yang dipercayakan padanya. Guru juga perlu memastikan bahwa dirinya pantas dipercayai anak dengan menepati janji. Misalnya: guru mengatakan, “Anak-anak, Ibu percaya kalian dapat menjaga ketenangan kelas dalam mengerjakan tugas selama Ibu berbicara dengan kepala sekolah. Ibu janji akan segera kembali dan menceritakan suatu peristiwa.”

Mengembangkan Kreativitas Anak Didik

Untuk mengembangkan kecerdasan kreativitas pada anak didik, guru dapat menerapkan kiat-kiat sebagai berikut.
a.       Merancang pembelajaran yang melibatkan daya kreatif anak
Tugas guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat penalaran, akan tetapi anak perlu dibimbing untuk menciptakan sendiri ide-ide kreatif berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Contohnya, dalam pembelajaran matematika bangun datar, anak tidak hanya menghafal nama-nama bangun datar tetapi juga diminta membuat bentuk baru hasil penggabungan berbagai bangun datar tersebut (misal: membuat rumah).
b.      Sering melibatkan otak kanan dalam kegiatan pembelajaran
Otak kanan merupakan pembentuk kreativitas yang berperan dalam bidang musik, seni, ruang, bentuk, warna, dan detail. Oleh karena itu, kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran misalnya:  bernyanyi, mendengarkan musik, menggambar, menulis, bercerita, dan sebagainya. Kegiatan tersebut bukan hanya sebagai pelengkap pembelajaran, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi kegiatan khusus yang menarik melalui berbagai media dan sumber belajar.
c.       Menceritakan tokoh-tokoh kreatif pada anak didik
Anak-anak biasanya memiliki tokoh idola yang sering dijadikan panutan. Oleh karena itu, guru perlu mengarahkan anak pada tokoh yang memiliki kecerdasan dan kreatifitas yang baik sehingga dapat dijadikan teladan. Misalnya, guru bercerita tentang Thomas Alfa Edison, Oprah Winfrey, Alexander Graham Bell, dan sebagainya.
d.      Membantu anak didik untuk memahami berbagai kosakata dan konsep baru
Kreativitas meliputi juga kemampuan anak dalam berkomunikasi. Sehingga, anak perlu diajari berbagai kosakata dan konsep baru melalui pembelajaran yang mengundang keingintahuan. Contohnya, anak diminta membaca sebuah berita, kemudian mencaritahu kata yang sulit untuk ditanyakan kepada guru dan dibahas bersama.
e.       Melatih anak berkonsentrasi dengan memperhatikan bagian-bagian kecil
Anak yang kreatif mampu mencermati hal-hal kecil sebagai bahan untuk membuat sesuatu yang baru. Contohnya, guru dapat mengajak anak melihat atau mendengarkan suatu kejadian untuk kemudian diceritakan kembali. Melalui kegiatan ini, anak akan menyusun suatu cerita dengan kosakata baru secara kreatif sesuai dengan daya tangkapnya.
f.       Membisakan anak didik mengungkapkan ide dan gagasannya
Anak yang kreatif mampu menciptakan ide atau gagasan ketika menghadapi suatu permasalahan. Kemampuan tersebut tidak dapat muncul dengan sendirinya tanpa arahan sejak dini. Guru harus sering mengajak siswa berdiskusi agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Misalnya, guru menggunakan model problem solving untuk membahas cara mengatasi pencemaran lingkungan. Guru perlu memberikan perhatian lebih pada siswa yang bersikap pasif dalam diskusi.

Hubungan Timbal Balik Keluarga-Sekolah dalam Pembentukan Watak

Keluarga dan sekolah merupakan sistem dan lembaga sosial yang berperan penting dalam membentuk moral seorang anak. Keluarga menjadi tempat pertama dalam menanamkan dan membentuk karakter dasar anak. Sedangkan sekolah menjadi tempat kedua bagi anak untuk mengembangkan kepribadian yang lebih luas. Baik keluarga maupun sekolah memiliki tujuan yang sama dalam hal mempersiapkan anak untuk dapat menjalankan tugas dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat untuk saat ini dan masa depannya nanti. Oleh karena itu, keluarga dan sekolah harus memiliki hubungan timbal balik yang positif dalam mendukung perkembangan moral anak.
            Keluarga dan sekolah harus berjalan beriringan dalam menjalankan fungsinya membentuk moral anak. Meskipun memiliki tujuan yang sama, keduanya mempunyai spesifikasi dan cara yang berbeda dalam menginternalisasikan sikap dan nilai yang diharapkan.  Keluarga memfokuskan perannya dalam menanamkan landasan moral yang kokoh serta nilai-nilai dasar kemanusiaan sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan di luar keluarga. Nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui bentuk sosialisasi yang bersifat afektif (kasih sayang) dan intensif (terus-menerus). Di lain pihak, sekolah memfokuskan perannya dalam mengembangkan moral (watak dan karakter) yang telah terbentuk sebelumnya dari keluarga. Proses sosialisasi di sekolah lebih bersifat edukatif dan memiliki waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan keluarga. Melalui sekolah, anak akan belajar menerapkan karakternya di dalam situasi-situasi yang lebih kompleks. Di sekolah anak akan bersosialisasi langsung dengan lingkungan di luar keluarga sehingga ia akan mendapatkan banyak pengalaman untuk membentuk kepribadian yang lebih matang menuju kedewasaan.
            Selain berjalan beriringan, keluarga dan sekolah juga perlu bersinergi dengan menjalin kerjasama yang aktif untuk memantau perkembangan anak. Keluarga dan sekolah harus memiliki pandangan yang sama tentang nilai moral yang diharapkan. Oleh karena itu, sekolah perlu mengetahui setiap karakteristik anak didik dan pola sosialisasi keluarga yang menyertainya sebagai langkah awal untuk membangun hubungan yang baik. Keluarga dan sekolah harus memiliki keterbukaan dalam mengungkapkan berbagai informasi khususnya yang berkaitan dengan pembentukan karakter anak. Keluarga dan sekolah harus sama-sama memiliki komitmen yang tinggi untuk memperbaiki karakter negatif serta mengembangkan karakter positif yang dimiliki anak. Ketika anak memasuki lingkungan sekolah, bukan berarti tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan moral anak sudah hilang. Keluarga merupakan pilar utama dalam menjaga dan mengarahkan tingkah laku anak agar tetap sesuai dengan nilai-nilai moral yang baik.

Refleksi Diri
            Dalam membentuk moral saya, keluarga dan sekolah selama ini memiliki hubungan timbal balik yang positif. Keluarga menjalankan perannya dalam menanamkan karakter dasar yang sesuai dengan nilai dan norma yang dijunjung keluarga. Karakter tersebut terus diperbaiki dan diawasi bersamaan dengan pengembangan karakter yang dilakukan sekolah. Sekolah saya baik TK, SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi merupakan institusi pendidikan yang telah menjalankan kewajibannya dalam membentuk dan mengembangkan watak dan karakter positif yang berguna bagi saya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, keluarga saya menanamkan sifat jujur, disiplin, dan tekun dalam hidup saya. Kemudian saya dapat menerapkan sifat tersebut di sekolah untuk mencapai prestasi yang tinggi. Dan sampai saat ini sifat tersebut telah melekat menjadi prinsip hidup yang mempengaruhi kinerja saya dalam melakukan berbagai pekerjaan.

            Akan tetapi, dalam hubungan keluarga dan sekolah saya, belum tampak adanya kerjasama yang aktif dalam mengembangkan moral saya. Keluarga dan sekolah masih berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Sehingga, keluarga kurang memahami pola pendidikan di sekolah dan sekolah kurang mengetahui pola sosialisasi di keluarga saya. Akibatnya, pengawasan dan pengendalian terhadap masuknya karakter yang tidak sesuai masih sangat kurang. Tidak dipungkiri, berbagai karakter yang negatif masuk dalam kehidupan saya melalui lingkungan masyarakat yang beraneka ragam. Baik keluarga maupun sekolah tidak mengetahui masuknya pengaruh negatif tersebut. Satu-satunya yang mampu menghambat hal tersebut adalah dengan prinsip hidup yang kuat. Prinsip yang kuat sebagian besar terbentuk dari keluarga dan sekolah dari kecil hingga saat ini. 

Fungsi Keluarga Menurut BKKBN

Fungsi keluarga menurut BKKBN yaitu:
a.       Fungsi keagamaan
Maksudnya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam menanamkan dan membina kehidupan beragama yang bertaqwa kepada Tuhan YME.
b.      Fungsi sosial budaya
Maksudnya, keluarga merupakan tempat mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya yang beraneka ragam agar dapat dikembangkan dan dilestarikan.
c.       Fungsi cinta kasih
Maksudnya, keluarga menjadi tempat pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang dari orang terdekat sehingga dapat menjadi landasan yang kuat dalam menjalin hubungan dan menentukan arah kebijaksanaan antaranggota keluarga.
d.      Fungsi melindungi
Maksudnya, keluarga menjadi tempat untuk memperoleh rasa aman dan ketenangan baik dari gangguan fisik maupun psikologis.
e.       Fungsi reproduksi
Maksudnya, keluarga menjadi sarana untuk melanjutkan keturunan secara terencana yang diharapkan dapat mempertahankan kelestarian dan kesejahteraan umat manusia.
f.       Fungsi sosialisasi dan pendidikan
Maksudnya, keluarga memiliki peran dalam membentuk dan membina hubungan serta memberikan pendidikan kepada keturunanya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kehidupan yang lebih luas.
g.      Fungsi ekonomi
Maksudnya, keluarga memiliki kewajiban menciptakan alat pertahanan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri sebagai unsur pendukung dalam pelaksanaan fungsi lainnya.
h.      Fungsi pembinaan lingkungan
Maksudnya, keluarga memiliki peran untuk terlibat secara aktif dengan lingkungan sekitarnya agar tercipta keserasian dan keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Refleksi Diri
            Dari 8 fungsi keluarga menurut BKKBN tersebut, semuanya sudah dilaksanakan oleh keluarga saya dengan baik, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Fungsi-fungsi yang dilaksanakan keluarga saya dapat dicontohkan sebagai berikut.
a.       Fungsi keagamaan     : sejak kecil saya diajari oleh orang tua tentang cara menjalankan ibadah, seperti shalat, membaca Al-Quran, dan doa sehari-hari.
b.      Fungsi sosial budaya : sejak kecil saya diperkenalkan dengan tradisi Jawa, seperti Nyadran/Ruwahan dan Suran yang bersamaan dengan itu diadakan pertunjukan wayang.
c.       Fungsi cinta kasih      : orang tua saya memberikan kasih sayang yang sering ditunjukan dengan perhatian dan motivasi dalam melaksanakan berbagai kegiatan.
d.      Fungsi melindungi     : ayah sering mengecek kondisi kendaraan yang digunakan ibu dan saya, agar tetap aman ketika digunakan.
e.       Fungsi reproduksi      : orang tua menjalankan fungsi reproduksi dengan melahirkan saya dan adik saya.
f.       Fungsi sosialisasi dan pendidikan  : orang tua menyekolahkan saya dari SD – SMA dan memberikan berbagai nasihat tentang cara bertingkah laku yang sopan di masyarakat.
g.      Fungsi ekonomi         : orang tua menjalankan fungsi ekonomi dengan bekerja sebagai buruh.

h.      Fungsi pembinaan lingkungan        : ibu mengikuti kegiatan PKK dan ayah mengikuti kegiatan perkumpulan RT.