Monday, September 24, 2012

jalan


JALAN
Dimanapun aku berada, selalu muncul banyak pertanyaan yang kadang tidak masuk akal. Setiap hari aku melewati jalan-jalan menuju kampus. Disana pula aku menemukan begitu banyak manusia yang lalu lalang bagaikan mesin yang tak pernah berhenti. Mengapa mereka kelihatan begitu sangat sibuk? Apa mereka bahagia menjalani kehidupan mereka yang seperti itu? Aku selalu penasaran, apa yang membuat mereka beegitu bersemangat untuk bangun di pagi buta dan pulang hingga larut malam? Terkadang aku iri dengan semangat hidup seperti itu. Aku ingin tahu lebih banyak tentang dunia yang kutinggali ini.
Kehidupan ini hampir sama dengan jalan-jalan yang setiap hari aku lihat. Orang-orang saling berlomba dan saling mendahului, bahkan berani mengambil resiko untuk sampai di tujuan mereka secepatnya. Aku mau tidak mau menjadi salah satu bagian dari kehidupan itu, entah dengan terpaksa atau karena keinginan sendiri. Tetapi, sejenak aku berjalan perlahan dan melihat beberapa orang dengan santainya menaiki sepeda mereka. Aku tahu bagaimana rasanya mengayuh alat itu dan itu sangat melelahkan tidak hanya secara fisik tetapi juga mental. Aku tidak bisa menghitung berapa banyak orang yang membunyikan klaksonnya hanya untuk membuat sebuah sepeda kecil menyingkir dari jalan mereka. Sepeda dianggap lamban dan menghambat perjalanan kendaraan lain. Sungguh mirip dengan kehidupan manusia dimana status selalu dinomorsatukan.
Sejak kecil, manusia selalu diajarkan kebaikan dimanapun ia berada, tak terkecuali di jalan. Sebenarnya, bagaimana perasaan kita ketika melihat orang lain berjalan kaki atau mengayuh sepeda mereka di tengah terik matahari di bulan September seperti ini. Sedikitpun, apa ada rasa iba di hati orang-orang yang berlindung di bawah atap besi? Ya, memang itu takdir, untuk apa pertanyaan semacam itu diungkapkan, tapi memang itulah pertanyaanku, pertanyaan tentang kehidupan ini. Aku kalah jika membandingkan semangat mereka dengan semangatku yang belum ada apa-apanya. Bagaimana seorang kakek masih sanggup berjualan siomay selama berpuluh-puluh tahun meski terkadang jualannya tidak laku. Bagaimana seorang nenek masih sanggup berjualan sayuran yang entah akan ada orang yang akan membeli atau tidak. Dan bagaimana seorang anak mau meminta-minta di jalanan meski hati kecil mereka ingin sekali menikmati bangku sekolah. Semua itu karena mereka masih memegang harapan kecil dalam setetes peluh yang mereka miliki. Mereka tidak berputus asa terhadap nikmat Tuhan. Sekecil apapun harapan itu, selama kita percaya, pasti akan membawa suatu semangat hidup yang tidak kita duga.
Sebagai seorang yang sedang berusaha meningkatkan kualitas diri, terkadang aku dihadapkan pada harapan dan kenyataan. Ketika harapan muncul, semangatpun seakan-akan selalu melekat dalam setiap langkah kecil yang kubuat. Tetapi, saat memikirkan tentang kenyataan, tiba-tiba aku kehilangan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Pemberi Nikmat. Aku benci saat seperti itu, seolah-olah aku tidak mensyukuri setiap berkah yang diberikan-Nya. Seharusnya aku menyadari kalau setiap saat aku diingatkan dan dimotivasi oleh-Nya untuk selalu memiliki harapan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan. Selain itu, aku juga berharap semoga setiap langkah yang kuambil tetap berada pada jalan yang dibenarkan oleh-Nya. (aamiin)

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar:53)


No comments:

Post a Comment