JALAN
Dimanapun aku berada,
selalu muncul banyak pertanyaan yang kadang tidak masuk akal. Setiap hari aku
melewati jalan-jalan menuju kampus. Disana pula aku menemukan begitu banyak
manusia yang lalu lalang bagaikan mesin yang tak pernah berhenti. Mengapa
mereka kelihatan begitu sangat sibuk? Apa mereka bahagia menjalani kehidupan
mereka yang seperti itu? Aku selalu penasaran, apa yang membuat mereka beegitu
bersemangat untuk bangun di pagi buta dan pulang hingga larut malam? Terkadang
aku iri dengan semangat hidup seperti itu. Aku ingin tahu lebih banyak tentang
dunia yang kutinggali ini.
Kehidupan ini hampir
sama dengan jalan-jalan yang setiap hari aku lihat. Orang-orang saling berlomba
dan saling mendahului, bahkan berani mengambil resiko untuk sampai di tujuan
mereka secepatnya. Aku mau tidak mau menjadi salah satu bagian dari kehidupan
itu, entah dengan terpaksa atau karena keinginan sendiri. Tetapi, sejenak aku
berjalan perlahan dan melihat beberapa orang dengan santainya menaiki sepeda
mereka. Aku tahu bagaimana rasanya mengayuh alat itu dan itu sangat melelahkan
tidak hanya secara fisik tetapi juga mental. Aku tidak bisa menghitung berapa
banyak orang yang membunyikan klaksonnya hanya untuk membuat sebuah sepeda
kecil menyingkir dari jalan mereka. Sepeda dianggap lamban dan menghambat
perjalanan kendaraan lain. Sungguh mirip dengan kehidupan manusia dimana status
selalu dinomorsatukan.
Sejak kecil, manusia
selalu diajarkan kebaikan dimanapun ia berada, tak terkecuali di jalan.
Sebenarnya, bagaimana perasaan kita ketika melihat orang lain berjalan kaki
atau mengayuh sepeda mereka di tengah terik matahari di bulan September seperti
ini. Sedikitpun, apa ada rasa iba di hati orang-orang yang berlindung di bawah
atap besi? Ya, memang itu takdir, untuk apa pertanyaan semacam itu diungkapkan,
tapi memang itulah pertanyaanku, pertanyaan tentang kehidupan ini. Aku kalah
jika membandingkan semangat mereka dengan semangatku yang belum ada apa-apanya.
Bagaimana seorang kakek masih sanggup berjualan siomay selama berpuluh-puluh
tahun meski terkadang jualannya tidak laku. Bagaimana seorang nenek masih
sanggup berjualan sayuran yang entah akan ada orang yang akan membeli atau
tidak. Dan bagaimana seorang anak mau meminta-minta di jalanan meski hati kecil
mereka ingin sekali menikmati bangku sekolah. Semua itu karena mereka masih
memegang harapan kecil dalam setetes peluh yang mereka miliki. Mereka tidak
berputus asa terhadap nikmat Tuhan. Sekecil apapun harapan itu, selama kita
percaya, pasti akan membawa suatu semangat hidup yang tidak kita duga.
Sebagai seorang yang
sedang berusaha meningkatkan kualitas diri, terkadang aku dihadapkan pada
harapan dan kenyataan. Ketika harapan muncul, semangatpun seakan-akan selalu
melekat dalam setiap langkah kecil yang kubuat. Tetapi, saat memikirkan tentang
kenyataan, tiba-tiba aku kehilangan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha
Pemberi Nikmat. Aku benci saat seperti itu, seolah-olah aku tidak mensyukuri
setiap berkah yang diberikan-Nya. Seharusnya aku menyadari kalau setiap saat
aku diingatkan dan dimotivasi oleh-Nya untuk selalu memiliki harapan terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan. Selain itu, aku juga
berharap semoga setiap langkah yang kuambil tetap berada pada jalan yang
dibenarkan oleh-Nya. (aamiin)
Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Az-Zumar:53)
No comments:
Post a Comment