Tuesday, July 31, 2012

catatan singkat

Mencari Jati Diri (Bagian 1)
Kemarin, aku membaca kembali cerpen satu-satunya yang aku buat sewaktu SMA, bisa dibilang itu satu-satunya cerpen yang pernah aku buat. Ceritanya agak sedikit menyedihkan, dimana aku dan keluargaku harus kehilangan tanah dimana sekarang masih menjadi tempat tinggal sementara kami. Kejadian itu membuatku shock untuk sementara waktu tapi bukan satu-satunya masalah yang harus aku pikirkan. Waktu itu aku kelas X atau kelas 1 SMA, dan sekarang aku telah naik ke kelas XI. Sungguh waktu berjalan begitu cepat hingga satu tahun tidak terasa terlewati.
Seperti orang bilang, masa SMA merupakan masa paling indah, masa pencarian identitas diri, masa paling labil menuju kedewasaan. Hal itu merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi semua remaja. Akan tetapi, dampaknya akan berbeda-beda tergantung bagaimana menyikapinya.
Di kelas XI ini, aku diperbolehkan memiliki seorang “teman dekat” atau teman-teman biasa menyebutnya pacar. Berbeda dengan saat aku masih kelas X dulu. Entah apa yang menyebabkan ayah berubah pandangan. Aku hanya berfikir, “Bukankah itu sesuatu yang bagus?” Karena pada saat itu memang memiliki seorang “teman dekat” yang menjadikan kami pasangan yang unik. Bisa dibayangkan, aku adalah seorang gadis tomboi yang baru akan menjadi dewasa, sedangkan dia memiliki penampilan yang agak metroseksual. Entah apa yang membuat kami cocok, atau mungkin kami hanya memaksakan diri untuk cocok. Terkadang, lucu saat membayangkan aku -yang memiliki rambut “sangat pendek sekali” mengenakan celana panjang dan jumper tanpa memakai perhiasan sedikit pun meski hanya sepasang anting- sedang jalan bersama dia.
Tapi itulah “teman dekatku”, seorang teman yang mampu menerimaku apa adanya. Hanya saja, terkadang aku lupa dengan satu hal penting. Dia juga seorang remaja sepertiku. Jika kita berbicara tentang sesuatu yang berhubungan tentang perasaan atau kita sebut “cinta”, terhadap lawan jenis khususnya, hal itu merupakan sesuatu yang masih labil. Ketika aku beranggapan bahwa hanya akulah satu-satunya yang harus diperhatikan olehnya, itu terkesan sangat egois. Oleh karena itu, wajarlah jika pada akhirnya “teman dekat” hanya akan menjadi teman biasa.
Siapa yang tidak akan merasa sedih tentang perubahan status tersebut. Aku ingat bagaimana aku melalui awal dari hari-hariku yang berbeda. Banyak curhat sana-sini, banyak ber-galau ria, dan tentunya -masih sebagai gadis remaja yang normal- tetap mengeluarkan air mata. Aku belum menyadari apa yang sedang kuhadapi, kenapa aku harus mengalami perasaan sakit yang luar biasa. Hey, but it wasn’t the end of the world. Perlahan tapi pasti, waktu tetap berjalan. Benar juga kata orang, hanya waktu yang dapat menyembuhkan. Setelah lima bulan, aku berhasil membuat dia menjadi teman biasa dan aku bersyukur pada Tuhan akan hal itu. Teman baik akan tetap menjadi baik di mata kita selama kita mau berfikir jernih. Dan dia pada dasarnya merupakan teman yang baik.
***
Tuhan tidak akan memberikan cobaan pada hambanya, kecuali untuk memberikan pelajaran tertentu pada hamba tersebut. Aku mencoba menanamkan keyakinan itu pada diri sendiri, semua kejadian pasti ada hikmahnya. Aku yakin Tuhan telah mengingatkanku akan tujuan utamaku masuk ke SMA. Bagaimana bisa aku bersenang-senang secara berlebihan dengan seorang “teman dekat”, sedangkan di sisi lain ayah dan ibu masih bersusah payah dengan pekerjaannya, mencoba memperbaiki nasib dengan menaruh harapan besar padaku sebagai anak sulung. Aku hampir melupakan harapan kecilku karena terlalu menikmati indahnya masa remaja.
Sebagai bukti kelalaianku, nilaiku di semester 3 menjadi turun drastis dibanding semester sebelumnya. Menurutku, itu karena aku mengalami kesulitan di awal tahun ajaran baru. Aku tidak menyadari kalau selama aku memiliki “teman dekat”, pikiranku menjadi terpecah belah, kurang konsentrasi, dan akhirnya mengganggu semua aktivitasku. Aku tidak menyesali hal itu terjadi, karena mungkin hanya dengan itulah Tuhan membangunkanku.
Tentu dengan hadirnya seorang “teman dekat” dalam hidupku memberiku suatu pandangan berbeda. Pandangan tentang bagaimana menempatkan diri menghadapi masalah yang sama dalam situasi yang berbeda. Aku melihat banyak teman-temanku yang juga memiliki “teman dekat”. Aku juga banyak mendengar dan melihat bagaimana mereka menghadapi suatu perubahan status yang hampir sama denganku. Kebanyakan dari mereka mampu bangkit dan menemukan “teman dekat” yang lain. Memang beberapa teman mampu menjalani hubungan mereka begitu lama, dengan kata lain mereka ingin menjalani hubungan yang serius dengan “teman dekat” mereka. Lalu, aku berfikir mungkin aku yang kurang serius dalam hubungan seperti itu. Dan aku berfikir lagi, aku sedang dalam kebingungan dalam menemukan penjelasan yang tepat. Banyak pertanyaan yang timbul, sampai aku memutuskan untuk berhenti untuk mencari jawabannya.
***
Sampai di penghujung kelas XI, aku menutup diri dari semua hal yang berhubungan dengan “teman dekat”. Banyak hal yang harus aku perbaiki untuk  meluruskan kembali jalanku. Dan yang pertama kali kupikirkan adalah memperbaiki penampilanku. Saat itu aku menghadap ke cermin, aku berkata, “Apa yang akan aku lakukan?” Lalu aku berfikir tentang memanjangkan rambut yang satu tahun lebih terlihat sangat pendek. Setelah itu, aku merapikannya hingga aku terlihat seperti seorang wanita. Ada benarnya juga kalau orang bilang penampilan bisa menambah rasa percaya diri. Setelah itu, tentu saja kembali mengatur jadwal belajar yang sempat terbengkalai. Aku dapat melihat hasilnya di semester 4, meskipun peningkatan nilaiku tidak begitu tajam. Aku berharap nilai-nilai yang telah kuperoleh dapat menolongku di kemudian hari.
Sekali lagi, aku tidak menyesal dengan pernah hadirnya seorang “teman dekat” di perjalanan masa remajaku. Karena itu merupakan suatu pengalaman yang mengesankan dan memberikan banyak pelajaran bagi pembentukan jati diri. Orang bilang pengalaman adalah guru yang terbaik, tetapi aku juga berharap bahwa pelajaran yang sama yang aku peroleh dapat dimiliki orang lain tanpa mengalami apa yang aku alami dulu. Dan semoga aku menemukan jawaban yang aku butuhkan di perjalananku selanjutnya.
****

No comments:

Post a Comment