SEMUT YANG BAIK HATI
Pemain :
Guru sebagai narator, 1 anak sebagai Nenek, 2 anak
sebagai Umi dan Siti (cucu Nenek), 1 anak sebagai Pak Bedu (pemilik warung), 1
anak sebagai Serigala, 1 anak sebagai semut (Piko), 6 anak sebagai semut (teman-teman
Piko).
Seting Tempat :
Rumah Nenek, Warung Pak Bedu, dan
Hutan
Narator : “Di sebuah
desa kecil yang dikelilingi oleh hutan, hiduplah seorang nenek dan 2 cucunya yang bernama Umi dan Siti.
Setiap hari, Nenek, Umi, dan Siti mencari kayu bakar ke dalam hutan. Tetapi
pada suatu hari, Nenek pergi ke dalam hutan sendirian karena Umi sedang sakit
dan Siti harus menemani Umi.”
(Tirai panggung dibuka. Umi dan Siti memasuki
panggung dengan seting rumah yang redup diiringi suara jangkrik.)
Umi : “Sudah
hampir malam, Nenek kok belum pulang juga.”
Siti : “Apa
Nenek mendapat banyak kayu di hutan sampai seharian belum pulang?” (Umi dan Siti mondar-mandir dengan wajah
cemas)
Narator : “Umi dan
Siti kemudian memutuskan untuk terus menunggu Nenek di depan rumah hingga mereka
pun tertidur sampai keesokan harinya.”
(Umi dan Siti tertidur.
Suasana panggung kemudian diubah dari redup menjadi terang, diiringi suara
kicauan burung.)
Umi : “Sudah
pagi. Aku sampai ketiduran.”
Siti : “Apa
Nenek sudah kembali?”
(Umi keluar panggung
seolah mencari Nenek di dalam rumah. Kemudian masuk kembali dengan wajah yang
semakin cemas.)
Umi : “Nenek
belum pulang. Apa Nenek baik-baik saja? Kemana kita harus mencari Nenek?
Siti : “Ya Tuhan,
lindungi nenekku!”
(Heening sejenak.)
Narator : “Umi
kemudian ingat dengan Pak Bedu, pemilik warung yang biasanya membeli kayu bakar
dari Nenek, Umi, dan Siti. Pak Bedu sangat mengenal Nenek dan cucunya sehingga Umi
ingin bertanya pada Pak Bedu.” (tirai panggung
ditutup)
(Tirai panggung dibuka kembali. Seting
berubah menjadi warung dan Pak Bedu sudah berada di panggung. Umi dan Siti memasuki
panggung diiringi suara ayam berkokok.)
Pak Bedu : (berbicara sendiri sambil mengipas-ngipas
dagangannya) “Semoga dagangan hari ini laris! Sayur, Bu!
Sayur…tahu…tempe…ikan asin semua ada.”
Umi dan Siti : “Selamat pagi,
Pak Bedu!”
Pak Bedu : “Selamat pagi!
Eh, Nak Umi, Nak Siti, mau beli apa?”
Umi : “Maaf,
Pak! Kami sedang tidak ingin membeli.” (menunjukkan
wajah sedih)
Pak Bedu : “Ada apa,
Nak? Kok kalian kelihatan sedih?”
Siti : “Nenek
kami, Pak!”
Pak Bedu : “Lho, ada apa
dengan Nenek kalian?”
Umi : “Nenek
kemarin pagi mencari kayu bakar sendirian dan sampai sekarang belum pulang. Apa
Nenek kesini menjual kayu bakar sama Bapak?” (menunjukkan wajah khawatir)
Pak Bedu : “Waduh, Nak!
Apa benar? Nenek kalian tidak kesini sejak 3 hari yang lalu.”
Siti : “Kira-kira Nenek kemana ya, Pak?”
(Suasana hening sejenak. Pak Bedu
merasa kasihan dengan Umi dan Siti.)
Narator : “Dengan
perasaan sedih Umi dan Siti memutuskan untuk mencari Nenek di hutan. Mereka pun
berpamitan dengan Pak Bedu.”
Umi : “Pak, Umi
dan Siti mau mencari Nenek di hutan. Mungkin Nenek tersesat ketika mencari kayu
bakar.”
Pak Bedu : “Iya, Nak.
Kalian harus hati-hati di hutan. Jika hari sudah mulai malam, kalian harus
segera pulang agar tidak bertemu Serigala yang jahat.”
Siti : “Aku
belum pernah bertemu dengan Serigala, Pak.”
Pak Bedu : “Tentu saja,
Serigala selalu muncul pada malam hari.”
Umi : “Baik, Pak. Umi dan Siti
pamit dulu. Mari, Pak!”
Pak Bedu : “Iya Nak,
hati-hati! Semoga nenek kalian baik-baik saja.” (tirai panggung ditutup)
(Tirai panggung
dibuka. Seting berubah menjadi hutan dengan suasana cerah diiringi suara
kicauan burung.)
Narator : “Umi dan
Siti akhirnya sampai di hutan untuk mencari Nenek. Mereka berjalan masuk ke
dalam hutan sambil memanggil-manggil Nenek. Tak terasa, hari sudah siang dan
matahari sangat terik”
(Umi dan Siti memasuki panggung.)
Umi dan Siti : “Nenek…
Nenek… nenek dimana?”
Umi : “Nenek
kemana ya, Siti?”
Siti : “Aku
tidak tahu, Kak Umi. Daritadi kita mencari tapi belum ketemu-ketemu juga.” (sambil mengusap keringat di kepala)
Umi : “Sabar
ya, Siti. Kita istirahat di bawah pohon ini dulu. Nanti kita cari Nenek lagi.”
Siti : “Padahal kita kan biasanya mencari kayu di
sini, Kak Umi.”
Umi : “Kamu benar, Siti.”
(Suasana hening
sejenak. Kemudian, Piko memasuki panggung dengan wajah yang kelelahan.)
Narator : “Ketika
Umi dan Siti sedang beristirahat di bawah pohon, datanglah seekor semut hitam.
Semut tersebut terlihat sedang membawa benda yang sangat berat. Umi dan Siti
yang melihat semut tersebut merasa kasihan dan berniat menolongnya.”
Umi : “Hai,
Semut! Aku Umi dan ini adikku, Siti.”
Piko : “Hai,
aku Piko si semut hitam. Apa yang kalian lakukan di sini?”
Siti : “Kami
sedang mencari nenek kami. Nenek belum pulang dari kemarin saat mencari kayu
bakar.”
Piko : “Wah,
kalian sangat berani mencari nenek kalian sampai ke sini.”
Umi : “Piko,
apa yang kamu bawa itu?” (sambil menunjuk
benda yang dibawa semut)
Piko : “Aku
sedang membawa persediaan makanan untuk disimpan di sarangku.”
Umi : “Mengapa
banyak sekali? Sepertinya kamu sulit membawanya.”
Siti : “Boleh
kami bantu, Piko?”
Piko : “Ini
untuk teman-temanku juga. Terima kasih Umi, terima kasih Siti, kalian boleh
membantu. Sarangku tidak jauh dari sini.” (Umi
dan Siti membawakan makanan Piko kemudian berjalan keluar panggung)
(Tirai ditutup.)
Narator : “Setelah Umi dan Siti selesai
membantu Piko, mereka memutuskan untuk mencari Nenek kembali. Umi dan Siti
terus berjalan menelusuri hutan hingga tanpa disadari, hari sudah menjelang
malam.”
(Tirai dibuka,
seting tetap di hutan dengan suasana redup diiringi suara sayup jangkrik yang
menandakan hari sudah mulai malam.)
Siti : “Kak,
hari sudah mau malam. Bagaimana ini?”
Umi : “Kita cari tempat istirahat dulu. Besok kita
cari Nenek lagi.”
Siti : “Kata
Pak Bedu, kalau malam ada Serigala kan, Kak? Apa kita bisa pulang?”
Umi : “Kita
tidak bisa pulang malam ini, Siti. Desa kita masih jauh dari sini. Siti pasti
lelah dan kakak juga. Kita istirahat saja di situ. Semoga Serigala tidak
melihat kita.” (menunjuk sebuah pohon
yang besar)
Siti : “Iya,
Kak.”
(Umi dan Siti
menuju sebuah pohon dan tidur di bawahnya. Selang beberapa saat, Piko memasuki
panggung.)
Narator : “Umi dan
Siti beristirahat dan akhirnya tertidur di bawah pohon besar. Beberapa saat
kemudian, Piko tidak sengaja lewat di dekat pohon tersebut dan melihat mereka
tertidur lelap.”
Piko : (berbicara sendiri) “Itu kan Umi dan Siti.
Mengapa mereka istirahat di sana? Bagaimana kalau Serigala melihatnya? Aku
harus menolong mereka.”
(Piko mendekati Umi dan Siti.)
Piko : “Bangun
Umi, bangun Siti, mengapa kalian tidur di sini?”
Umi : (Umi dan Siti bangun dari tidur) “Eh
Piko, Ada apa?”
Piko : “Apa
kalian menemukan Nenek? Mengapa kalian tidur di sini?”
Siti : “Tidak,
Piko. Kami belum bertemu Nenek. Kami ingin tidur di sini malam ini. Besok kami
mencari lagi.”
Piko : “Serigala
bisa melihat kalian di sini. Kalian bisa dimakan olehnya. Kalau kalian mau,
kalian bisa tidur di dekat sarangku. Di sana lebih aman.”
Umi :
“Benarkah, Piko?”
Piko : “Iya,
sarangku ada di atas pohon besar. Serigala tidak bisa menangkap kalian jika ada
di atas pohon.”
Siti : “Ayo
Kak, kita ikut Piko saja! Aku takut di sini.”
Umi : “Baiklah,
kami mau. Terima kasih ya, Piko!”
Piko :
“Sama-sama. Kalian juga sudah menolongku tadi siang. Teman-temanku akan
membantumu mencari Nenek besok. Ayo, ikuti aku!”
(Umi, Siti, dan Piko keluar
panggung. Selang beberapa saat, Serigala masuk.)
Narator : “Setelah
Umi dan Siti pergi ke sarang Piko, Serigala pun muncul. Serigala yang sedang
lapar ingin segera mendapatkan makanan.”
Serigala : “Saatnya
jalan-jalan….!!!”
(sambil
mengendus) “Hmm….sepertinya aku mencium bau manusia.”
(sambil
memegang perut) “Perutku jadi lapar sekali. Mereka pasti tidak jauh dari
sini. Aku harus mencari mereka. Mereka pasti akan jadi santapan lezat.”
(Serigala
meninggalkan panggung dan tirai pun ditutup. Seting diganti dengan pohon-pohon.
Pohon tersebut dibuat seolah-olah bisa dijadikan tempat tidur untuk Umi, Siti,
dan Piko.)
Narator : “Serigala yang pandai mencium mangsanya,
akhirnya dapat menemukan Umi, Siti, dan Piko yang tertidur di atas pohon.”
(Tirai dibuka. Umi,
Siti, dan Piko sudah berada di panggung. Beberapa saat kemudian, Serigala
masuk.)
Serigala : (berbicara sendiri dengan suara pelan) “Itu
mereka makan malamku. Tapi, mereka di atas pohon. Bagaimana aku menangkap
mereka ya?”
(Serigala mondar-mandir di dekat
sarang Piko sambil berfikir.)
Serigala : “Aha…aku
akan menunggu mereka di bawah sini sampai mereka turun. Ketika mereka turun,
aku akan langsung menangkapnya. Ha…ha…ha…” (tertawa
jahat)
(Serigala duduk menunggu dan
pelan-pelan tertidur.)
Narator : “Serigala
akhirnya menunggu Umi dan Siti turun dari atas pohon. Karena terlalu lama,
Serigala pun tertidur sampai pagi. Piko yang bangun lebih awal kaget melihat
Serigala sudah berada di dekat sarangnya.”
(Suasana berubah dari redup
menjadi cerah diiringi suara kicauan burung.)
Piko : (berbicara sendiri dengan suara pelan) “Wah,
ada Serigala! Dia pasti menunggu Umi dan Siti untuk turun. Aku harus segera
mengusirnya dari sarangku.” (mengambil
terompet)
Narator : “Piko
kemudian mengambil terompet untuk memanggil teman-temannya. Piko percaya, jika
mereka bersama-sama pasti bisa mengusir Serigala sehingga ia tidak bisa berbuat
jahat.”
(Piko meniup
terompet dan 6 semut hitam teman Piko masuk panggung dengan berjalan pelan-pelan.)
Teman Piko : “Ada apa,
Piko?”
Piko : “Ssst,
lihat di sana! Ada Serigala jahat yang ingin memangsa teman kita, Umi dan Siti.
Kita harus mengusirnya dari sini.”
Teman Piko : “Ayo…ayo…ayo…!!!
Tapi, bagaimana caranya?”
Piko : “Aku
punya ide, teman-teman! Ayo kita gigiti kulit Serigala itu biar kesakitan dan
pergi.”
Teman Piko :
“Setuju…setuju…setuju…!!!”
(Piko dan teman-temannya turun
dan mencubiti Serigala)
Piko : “Aduh,
aduh, sakit! Hei, kalian semut-semut pergilah! Aduh-aduh!” (merasa kesakitan dan keluar panggung)
Narator : “Serigala
yang kesakitan karena digigiti semut-semut hitam akhirnya pergi meninggalkan
Umi dan Siti. Karena suasana yang berisik, Umi dan Siti pun terbangun dari
tidurnya.”
Umi : (dengan wajah yang masih mengantuk) “Apa
yang terjadi, Piko?”
Siti : (dengan wajah yang masih mengantuk) “Tadi
ada yang teriak ya?”
Piko : “Benar,
Siti. Tadi aku dan teman-temanku baru saja mengusir Serigala dari sini. Ia mau
menangkap kalian. Kami menggigitnya hingga kesakitan.”
Siti : “Wah,
kalian hebat!” (dengan ekspresi senang)
Umi : “Terima
kasih, Piko! Kamu teman yang baik. Terima kasih juga untuk kalian ya
teman-teman!”
Siti : “Terima
kasih, Piko! Terima kasih, teman-teman Piko!”
Teman Piko : “Sama-sama!” (tersenyum)
Piko :
“Sama-sama, Umi! Sama-sama, Siti! Kalian setelah ini mau pergi kemana?”
Umi dan Siti : (terlihat murung) “Kami tidak tahu.”
(Suasana hening
sejenak. Nenek dari belakang panggung memanggil-manggil nama Umi dan Siti
hingga akhirnya masuk panggung.)
Nenek : “Umi,
Siti, kalian ada di sini, Nak? Akhirnya, Nenek menemukan kalian.”
Umi dan Siti : “Nenek! Nenek
kemana saja?” (menyambut dan memeluk
Nenek)
Nenek : “Maafin
Nenek, Nenek kemarin tersesat di hutan sehingga tidak bisa pulang. Nenek
ditolong oleh semut hitam dan katanya cucu Nenek juga mencari Nenek di sini.”
Umi : “Iya,
Nek. Kemarin kami mencari Nenek seharian.”
Nenek : “Terima
kasih ya, semut-semut hitam! Kalian sangat baik hati mau menolong kami. Kami
pamit pulang dulu ya.”
Semua semut : “Sama-sama, Nek!
Hati-hati di jalan.”
Nenek : “Ayo, Umi,
Siti, kita pulang.”
Narator : “Akhirnya
Umi dan Siti dapat bertemu dengan neneknya berkat bantuan dari semut-semut
hitam.”
(Nenek, Umi, dan
Siti berjalan keluar panggung. Tirai ditutup. Semua pemain berbaris dan memberi
salam ketika tirai dibuka kembali.)