Keluarga merupakan sistem sosial terkecil yang telah memiliki
tujuan, struktur, nilai dan norma, pola kepemimpinan, serta pola interaksi yang
khas di dalamnya. Sistem tersebut merupakan komponen utama yang mempengaruhi
kehidupan masing-masing anggota keluarga. Di dalam sistem keluarga yang terdiri
dari orang tua dan anak, sikap dan kebiasaan orang tua ikut mempengaruhi
perkembangan sosial anak. Hal ini berkaitan dengan fungsi keluarga sebagai
tempat sosialisasi pertama sekaligus peletak dasar nilai dan perilaku yang
dimiliki seorang anak. Apalagi orang tua merupakan pemimpin bagi anak dalam
sebuah keluarga. Pola kepemimpinan dari orang tua akan berdampak pada pola
interaksi antaranggota keluarga. Akibatnya, anak diarahkan bertingkah laku
sesuai dengan aturan dan cara-cara tertentu yang akan mempengaruhi kepribadian
serta sikapnya.
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, ditemukan berbagai
sikap dan kebiasaan orang tua yang dapat dikelompokkan berdasarkan pola
kepemimpinan dan pola interaksi yang terjalin di dalamnya. Kenyataannya, sikap
dan kebiasaan orang tua memberikan pengaruh yang cukup berarti pada kepribadian
sosial yang dimiliki anak. Fakta ini pun telah dibuktikan oleh beberapa ilmuwan
di bidang sosiologi, seperti Lewin Lippit and
White, Mueller, Watson, Frenkel-Brunswik, dan Baldwin. Bentuk pengaruh tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.
Sikap otoriter
Orang tua yang bersikap
otoriter melakukan pengawasan yang ketat terhadap anak, memberikan banyak
perintah dan larangan terhadap anak tanpa memberikan kesempatan berinisiatif.
Akibatnya anak dapat bersikap sering melawan atau bisa juga sebaliknya, anak
cenderung pasif dan kurang inisiatif karena terbiasa diatur. Anak menjadi
kurang pandai mengatur kegiatan serta mudah cemas dn putus asa dalam melakukan
suatu usaha.
Contoh: seorang anak dilarang
secara sepihak oleh orang tua untuk bermain atau keluar pada malam hari. Suatu
ketika, karena keinginan yang kuat, anak pergi diam-diam tanpa izin orang tua
atau berbohong dengan berbagai alasan untuk bisa keluar malam bersama
teman-temannya.
b.
Sikap demokratis
Orang tua yang bersikap
demokratis selalu mengutamakan musyawarah dalam membahas berbagai persoalan.
Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif memberikan
pendapat dan masukan terhadap keputusan yang diambil. Dengan sikap ini, anak
lebih merasa dihargai dan memiliki sikap toleransi yang tinggi. Anak menjadi
lebih mudah mengungkapkan gagasan tanpa merasa takut.
Contoh: orang tua melakukan
musyawarah dengan anaknya tentang peraturan jam malam. Dari musyawarah tersebut
diputuskan anak boleh keluar malam dengan alasan yang jelas. Selain itu, batas
jam malam hanya sampai pukul sepuluh. Anak merasa diberi kepercayaan dan
tanggung jawab dalam hal ini, sehingga sebisa mungkin ia akan mematuhinya.
c.
Sikap terlalu melindungi atau memanjakan
Orang tua dengan sikap ini
selalu berhati-hati dan cemas dengan keadaan anaknya. Orang tua selalu
memastikan bahwa anak dalam kondisi aman jauh dari bahaya. Kondisi ini
menyebabkan orang tua membantu anak secara berlebihan dalam segala hal.
Akibatnya, anak kurang mendapat kesempatan untuk belajar mandiri dan mengambil
keputusan sendiri. Anak akan cenderung memiliki sikap takut dan ragu dalam
mengambil keputusan. Anak pun kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
yang kurang menguntungkan.
Contoh: anak yang biasanya
dijemput sepulang sekolah, suatu ketika orang tua terlambat menjemput. Anak
diminta naik bus, tetapi ia takut dan memilih menunggu saja. Setiap 5 menit,
anak tersebut menelepon orang tuanya untuk segera datang. Orang tua yang merasa
cemas juga tidak berhenti meyakinkan anak untuk bersikap tenang.
d.
Sikap terlalu mengabaikan anak
Orang tua dengan sikap ini
sering mengabaikan dan kurang memperhatikan kebutuhan anak. Orang tua bersikap
acuh terhadap tingkah laku anak. Sehingga, anak tidak mendapatkan pengawasan
yang cukup di lingkungan keluarga. Hal ini mempermudah masuknya pengaruh
negatif dari lingkungan luar. Anak cenderung bersikap agresif karena merasa
tidak diinginkan oleh orang tua. Akibatnya, anak akan mencari pelarian dalam
kelompok yang akan menerimanya meskipun itu bersifat menyimpang.
Contoh: orang tua tidak terlalu khawatir anak
sering pulang lebih dari jam 12 malam. Orang tua tidak memperhatikan dengan
siapa saja anaknya berteman. Sehingga, ketika suatu ketika anak terjerat kasus
narkoba, orang tua hanya bisa menyalahkan tingkah laku anak dan semakin memojokkannya.
No comments:
Post a Comment