Thursday, July 3, 2014

Hubungan Sikap Orang Tua dengan Perkembangan Sosial Anak

Keluarga merupakan sistem sosial terkecil yang telah memiliki tujuan, struktur, nilai dan norma, pola kepemimpinan, serta pola interaksi yang khas di dalamnya. Sistem tersebut merupakan komponen utama yang mempengaruhi kehidupan masing-masing anggota keluarga. Di dalam sistem keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, sikap dan kebiasaan orang tua ikut mempengaruhi perkembangan sosial anak. Hal ini berkaitan dengan fungsi keluarga sebagai tempat sosialisasi pertama sekaligus peletak dasar nilai dan perilaku yang dimiliki seorang anak. Apalagi orang tua merupakan pemimpin bagi anak dalam sebuah keluarga. Pola kepemimpinan dari orang tua akan berdampak pada pola interaksi antaranggota keluarga. Akibatnya, anak diarahkan bertingkah laku sesuai dengan aturan dan cara-cara tertentu yang akan mempengaruhi kepribadian serta sikapnya.
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, ditemukan berbagai sikap dan kebiasaan orang tua yang dapat dikelompokkan berdasarkan pola kepemimpinan dan pola interaksi yang terjalin di dalamnya. Kenyataannya, sikap dan kebiasaan orang tua memberikan pengaruh yang cukup berarti pada kepribadian sosial yang dimiliki anak. Fakta ini pun telah dibuktikan oleh beberapa ilmuwan di bidang sosiologi, seperti Lewin Lippit and White, Mueller, Watson, Frenkel-Brunswik, dan Baldwin. Bentuk pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.       Sikap otoriter
Orang tua yang bersikap otoriter melakukan pengawasan yang ketat terhadap anak, memberikan banyak perintah dan larangan terhadap anak tanpa memberikan kesempatan berinisiatif. Akibatnya anak dapat bersikap sering melawan atau bisa juga sebaliknya, anak cenderung pasif dan kurang inisiatif karena terbiasa diatur. Anak menjadi kurang pandai mengatur kegiatan serta mudah cemas dn putus asa dalam melakukan suatu usaha.
Contoh: seorang anak dilarang secara sepihak oleh orang tua untuk bermain atau keluar pada malam hari. Suatu ketika, karena keinginan yang kuat, anak pergi diam-diam tanpa izin orang tua atau berbohong dengan berbagai alasan untuk bisa keluar malam bersama teman-temannya.
b.      Sikap demokratis
Orang tua yang bersikap demokratis selalu mengutamakan musyawarah dalam membahas berbagai persoalan. Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif memberikan pendapat dan masukan terhadap keputusan yang diambil. Dengan sikap ini, anak lebih merasa dihargai dan memiliki sikap toleransi yang tinggi. Anak menjadi lebih mudah mengungkapkan gagasan tanpa merasa takut.
Contoh: orang tua melakukan musyawarah dengan anaknya tentang peraturan jam malam. Dari musyawarah tersebut diputuskan anak boleh keluar malam dengan alasan yang jelas. Selain itu, batas jam malam hanya sampai pukul sepuluh. Anak merasa diberi kepercayaan dan tanggung jawab dalam hal ini, sehingga sebisa mungkin ia akan mematuhinya.
c.       Sikap terlalu melindungi atau memanjakan
Orang tua dengan sikap ini selalu berhati-hati dan cemas dengan keadaan anaknya. Orang tua selalu memastikan bahwa anak dalam kondisi aman jauh dari bahaya. Kondisi ini menyebabkan orang tua membantu anak secara berlebihan dalam segala hal. Akibatnya, anak kurang mendapat kesempatan untuk belajar mandiri dan mengambil keputusan sendiri. Anak akan cenderung memiliki sikap takut dan ragu dalam mengambil keputusan. Anak pun kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang kurang menguntungkan.
Contoh: anak yang biasanya dijemput sepulang sekolah, suatu ketika orang tua terlambat menjemput. Anak diminta naik bus, tetapi ia takut dan memilih menunggu saja. Setiap 5 menit, anak tersebut menelepon orang tuanya untuk segera datang. Orang tua yang merasa cemas juga tidak berhenti meyakinkan anak untuk bersikap tenang.
d.      Sikap terlalu mengabaikan anak
Orang tua dengan sikap ini sering mengabaikan dan kurang memperhatikan kebutuhan anak. Orang tua bersikap acuh terhadap tingkah laku anak. Sehingga, anak tidak mendapatkan pengawasan yang cukup di lingkungan keluarga. Hal ini mempermudah masuknya pengaruh negatif dari lingkungan luar. Anak cenderung bersikap agresif karena merasa tidak diinginkan oleh orang tua. Akibatnya, anak akan mencari pelarian dalam kelompok yang akan menerimanya meskipun itu bersifat menyimpang.
Contoh: orang tua tidak terlalu khawatir anak sering pulang lebih dari jam 12 malam. Orang tua tidak memperhatikan dengan siapa saja anaknya berteman. Sehingga, ketika suatu ketika anak terjerat kasus narkoba, orang tua hanya bisa menyalahkan tingkah laku anak dan semakin memojokkannya.

No comments:

Post a Comment